Vimeloka.com | Sebelum memulai bisnis, ada
baiknya kamu mengetahui apa saja yang dibutuhkan untuk memulai suatu usaha.
Nah, apa saja masalah hukum yang sering dihadapi oleh pebisnis? Biasanya ketika
memulai usaha, pebisnis menganggap
sepele
pengurusan suatu usaha, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya
bisnis bisa menjadi masalah hukum kedepannya. Agar bisnismu aman, yuk kenali 7
masalah hukum yang dihadapi pebisnis!
1. Tidak Memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Dalam persaingan bisnis, tidak
bisa dipungkiri banyak ditemukan masalah hukum yang menyangkut Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) yang berujung di jalur hukum. Bahkan, sampai harus
membayar ganti rugi atau berhenti beroperasi.
Apa Itu Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)?
Sebagai pebisnis, pasti tidak
asing lagi dengan istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak
Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut Undang-Undang (UU) di Bidang Kekayaan
Intelektual, ada beberapa Produk Hukum Kekayaan Intelektual (KI) diantaranya
adalah:
UU Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau
lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh
orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
UU Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada investor
atas investasinya dibidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan
sendiri invesi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsif deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ini hanya 3 dari 6 Produk Hukum
Kekayaan Intelektual (HKI) yang sering diabaikan oleh pebisnis, khususnya
pemula.
Apa Konsekuensi Tidak Memiliki Hak Cipta, Hak Paten atau Merek Dagang?
Ada banyak kasus yang sering kita
temui oleh pebisnis yang awalnya enggan untuk
mendaftakan hasil karyanya yang berupa barang, misalnya makanan, minuman, fashion atau produk lainnya, logo dan
merek dagang. Bila kamu tidak mendaftarkannya, maka siapa saja bisa menjiplak
hasil karyamu tanpa izin dan bahkan kamu tidak berhak untuk memproduksinya
kembali bila ada pihak lain yang terlebih dahulu mendaftar.
Selain itu, supaya produk yang
kamu jual aman dan tidak melanggar Hak Cipta dan Hak Paten, maka sebaiknya kamu
mendaftarkannya. Sebelum kamu memutuskan untuk memilih logo atau merek dagang, periksa
terlebih dahulu apakah logo atau merek dagang tersebut sudah dimiliki oleh
orang lain atau belum.
2. Tidak Adanya Perjanjian Pemegang Saham
Bagi para pendiri bisnis,
Perjanjian Pemegang Saham sangat dibutuhkan untuk mengatur hak dan kewajiban
para pendiri bisnis. Banyak kita temukan beberapa kasus yang mana awalnya para
pendiri bisnis hanya bermodal saling percaya saat menginvestasikan uangnya di
suatu bisnis. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya bisnis
tersebut menjadi masalah akibat tidak adanya kejelasan hak dan kewajiban para
pihak sampai akhirnya berujung di pengadilan.
Apa itu Perjanjian Pemegang Saham?
Perjanjian Pemegang Saham adalah
perjanjian antar calon pendiri bisnis / calon pemegang saham / para partner
bisnis / para pihak untuk mengatur hak dan kewajiban para pembuatnya pada suatu
bisnis. Dengan adanya Perjanjian Pemegang Saham maka terdapat kejelasan antar
pihak terkait bila terdapat perselisihan.
Dalam Pernjanjian Pemegang Saham diatur beberapa poin penting yang menjadi landasan suatu bisnis, diantaranya adalah:
- pemilihan jenis badan usaha / badan hukum
- pemilihan nama bisnis, bidang usaha yang akan dijalankan
- jumlah modal yang dimasukkan oleh masing-masing pihak
- kepengurusan, penjualan / pengalihan saham
- kebijakan deviden
- kebijaksanaan keuangan
- rencana di masa depan
Perjanjian Pemagang Saham atau
membuat Perjanjian Pemegang Saham sifatnya rahasia dan bisa dibuat bawah tangan
(selembar kertas yang ditandatangani oleh para pihak) atau dihadapan Notaris.
3. Tidak Memiliki Izin Usaha
Izin usaha menjadi faktor penting
dalam mendirikan suatu usaha. Dengan mengurus perizinan usaha, maka akan
memudahkan kamu untuk menjadikan usahamu sah di mata hukum dan memudahkan
menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar.
Ada beberapa persyaratan yang
harus kamu penuhi untuk memiliki izin usaha. Yang harus kamu persiapkan adalah:
- Akta Pendirian
Usaha
- Surat
Keterangan Domisili Usaha (SKDU)
- Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
- Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP): SIUP ada
beberapa jenis tergantung dari modal dan kekayaan bersih usaha (di luar lahan
dan bangunan), diantaranya: SIUP Mikro (< Rp 50 juta), SIUP Kecil (Rp 50
juta – Rp 500 juta), SIUP Menengah (Rp 500 juta – Rp 10 milyar) dan SIUP Besar
(>Rp 10 milyar)
- Tanda Daftar
Perusahaan (TDP): Tiga bulan
sejak perusahaan berjalan, kamu wajib melakukan pendaftaran. TDP merupakan
bukti bahwa perusahaan kamu sudah terdaftar dan disahkan oleh pejabat
berwenang.
Apabila perusahaan kamu masuk ke
dalam skala mikro, maka kamu tidak memiliki kewajiban untuk mendaftarkan
perusahaan kamu. Nah, perusahaan yang dikategorikan skala mikro diantaranya:
- usaha perseorangan atau persekutuan
- kegiatan usaha diurus, dijalankan atau dikelola
oleh pemiliknya atau anggota keluarga / kerabata terdekat
- memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
Adakah Sanksi bagi yang Tidak Memiliki Izin Usaha?
Siapa pun tidak ingin berurusan
dengan hukum apalagi menyangkut usaha yang sudah dirintis dari awal.
Ketentuan Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 / 1982
Pasal 32
(1)
Barang
siapa yang menurut Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya
diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan
sengaja atau karena kelalainnya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2)
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.
Pasal 33
(1)
Barang
siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak
lengkap dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,- (satu juta
lima ratus ribu rupiah).
(2)
Tindak
pidana tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.
Pasal 34
(1)
Barang
siapa tidak memenuhi kewajibannya menurut Undang-Undang ini dan atau
peraturan-peraturan pelaksanaannya untuk menghadap atau menolak untuk
menyerahkan atau mengajukan sesuatu persyaratan dan atau keterangan lain untuk
keperluan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 2 (dua) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)
Tidak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.
Pasal 35
(1)
Apabila
tidak pidana sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 32, 33, 34 Undang-Undang ini
dilakukan oleh suatu badan hukum, penuntutan pidana dikenakan dan pidana
dijatuhkan terhadap pengurus atau pemegang kuasa dari badan hukum itu.
(2)
Ketentuan
ayat (1) pasal ini diperlakukan sama terhadap badan hukum.
4. Masalah Perpajakan
Yang tidak kalah pentingnya
ketika mendirikan usaha adalah membayar pajak. Sebagai warga negara yang baik,
sudah sepatutnya kita mentaati peraturan pajak yang berlaku. Bila kamu memiliki
badan usaha baik itu CV, maupun PT, maka kamu harus mendaftarkan atau membuat
NPWP atas nama CV atau PT tersebut. Setelah itu, Wajib Pajak Badan Usaha
tersebut berkewajiban untuk membuat laporan secara rutin tentang kegiatan
usahanya dan membayar pajak yang diwajibkan. NPWP Perusahaan ini akan memudahkan
kamu untuk mengurus legalitas lainnya, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
Bagi kamu yang memiliki usaha
supermarket atau barang yang dikenakan pajak ke konsumen, maka kamu mengajukan
terlebih dahulu surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sedangkan, bagi pengusaha kecil yang
selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah). Pengusaha kecil ini juga
diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Sebagaimana dikutip dari
Direktorat Jenderal Pajak tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:
Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.
Pengusaha
Kena Pajak yang
selanjutnya disebut dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya.
Pengusaha
yang melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-Undang
PPN wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pengusaha
kecil adalah merupakan
pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.
Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau Pajak PPnBM yang terutang atas
penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.
Bagaimana Konsekuensi bila Tidak Membayar Pajak?
Pajak pribadi dan perusahaan
harus kamu tunaikan, kenapa? Karena kamu akan dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) berdasarkan Undang-Undang
No.28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No.6/1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Bila tidak melapor lebih dari 2 tahun,
maka pajak maksimal hanya berlaku selama 24 bulan saja.
Untuk Pajak Perusahaan, tentunya
kamu akan mengalami kesulitan dalam mengurus pengajuan Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) serta Tanda Daftar
Perusahaan (TDP).
5. Masalah Hak dan
Legalitas Tenaga Kerja
Karyawan merupakan bagian dari
nyawa perusahaan. Sebagai pengusaha yang baik, hak dan legalitas karyawan harus
diperhatikan. Kenali apa yang menjadi hak dan legalitas karyawan butuhkan. Perjanjian
Kerja yang dibuat antara pengusaha dan karyawan haruslah berlandaskan dan
sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum
lainnya yang terkait.
Hak karyawan diantaranya hak
untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dasar apa pun, hak
untuk mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan,
kesehatan, dan keselamatan kerja.
Berikan informasi yang jelas
kepada karyawan apa yang menjadi haknya, seperti jumlah gaji per bulan, PPH
(Pajak Penghasilan), asuransi kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan sebagainya.
Apabila antara pengusaha atau
pebisnis dengan karwayan terjadi perselisihan, maka peraturan hukum telah
mengaturnya di dalam UU NO.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
Dengan memiliki Surat Perjanjian
Karyawan yang jelas, dapat memimalisir adanya kesalahpahaman dengan karyawan
kamu.
6. Masalah Perlindungan
Konsumen
Bagi pelaku usaha atau pengusaha,
perlindungan konsumen haruslah diperhatikan. Ada banyak kasus yang sering kita
temui sehari-hari, mulai dari penipuan transaksi online. Agar tidak terjadi hal
yang diinginkan, dibutuhkan langkah antisipasi akan kepercayaan konsumen tetap
terjaga. Untuk online platform dimana adanya transaksi belanja online, maka
sebaiknya memberikan informasi yang jelas kepada konsumen.
Kontrak Elektronik menurut Pasal 47
ayat (2) PP PSTE (Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem Transaksi
Elektronik, dianggap sah apabila:
a. terdapat kesepakatan para pihak;
b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang
mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat hal tertentu; dan
d. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
Kontrak Elektronik itu sendiri setidaknya harus memuat
hal-hal sebagi berikut:
a. data identitas para pihak;
b. objek dan spesifikasi;
c. persyaratan Transaksi Elektronik;
d. harga dan biaya;
e. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan
untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika
terdapat cacat tersembunyi; dan
g. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.
Apa Saja Hak Konsumen dan Kewajiban Pebisnis (Pelaku Usaha)?
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan Hak Konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundangundangan lainnya.
Sesuai dengan Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, Kewajiban Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual online) adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
7. Masalah Keagenan dan Distributor
Seringkali pelaku usaha atau
pebisnis terkecoh dengan istilah keagenan dan distributor. Berikut ini
penjelasannya perbedaan antara Keagenan dan Distributor.
Menurut peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/3/2006 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/jasa
(“Permendag 11/2006”) disebutkan bahwa Agen
adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk
dan atas nama principal berdasarkan perjanjian untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan
pemindahan hak atas fisik barang dan/jasa yang dimiliki/dikuasai oleh principal
yang menunjuknya.
Sedangkan yang dimaksud Distributor adalah perusahaan
perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri
berdasarkan perjanjian yang melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta
pemasaran barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai.
Jika kamu teliti, terdapat
perbedaan antara Agen dan Distributor yang mana Agen untuk dan atas nama
principal, sedangkan Distributor untuk dan atas namanya sendiri.
Bila kamu bertindak sebagai agen
dari principal luar negeri, maka harus memperhatikan ketentuan hukum yang harus
dipenuhi dalam menjalankan usahamu. Untuk agen prinsipal dari luar negeri
diperlukan perjanjian Keagenan dan harus terdaftar di Kementerian Perdagangan
melalui Direktur Bina Usaha dan pendaftaran untuk mendapatkan Surat Tanda
Pendaftaran (STP) dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.
Sedangkan untuk Distributor
membeli sendiri barang-barang dari principal untuk dijual kembali, maka
perbuatan Distributor menjadi tanggung jawab Distributor itu sendiri dengan
tunduk pada perjanjian komisi.
Itulah 7 masalah hukum yang
dihadapi pebisnis. Bagaimana dengan bisnismu?