Wednesday 14 August 2019

Mau Bisnismu Aman? Kenali 7 Masalah Hukum yang Dihadapi Pebisnis



Vimeloka.com | Sebelum memulai bisnis, ada baiknya kamu mengetahui apa saja yang dibutuhkan untuk memulai suatu usaha. Nah, apa saja masalah hukum yang sering dihadapi oleh pebisnis? Biasanya ketika memulai usaha, pebisnis menganggap sepele pengurusan suatu usaha, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya bisnis bisa menjadi masalah hukum kedepannya. Agar bisnismu aman, yuk kenali 7 masalah hukum yang dihadapi pebisnis!

1.  Tidak Memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Dalam persaingan bisnis, tidak bisa dipungkiri banyak ditemukan masalah hukum yang menyangkut Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang berujung di jalur hukum. Bahkan, sampai harus membayar ganti rugi atau berhenti beroperasi.

Apa Itu Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)?

Sebagai pebisnis, pasti tidak asing lagi dengan istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut Undang-Undang (UU) di Bidang Kekayaan Intelektual, ada beberapa Produk Hukum Kekayaan Intelektual (KI) diantaranya adalah:

UU Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

UU Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada investor atas investasinya dibidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invesi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsif deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ini hanya 3 dari 6 Produk Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) yang sering diabaikan oleh pebisnis, khususnya pemula.

Apa Konsekuensi Tidak Memiliki Hak Cipta, Hak Paten atau Merek Dagang?

Ada banyak kasus yang sering kita temui oleh pebisnis yang awalnya enggan untuk mendaftakan hasil karyanya yang berupa barang, misalnya makanan, minuman, fashion atau produk lainnya, logo dan merek dagang. Bila kamu tidak mendaftarkannya, maka siapa saja bisa menjiplak hasil karyamu tanpa izin dan bahkan kamu tidak berhak untuk memproduksinya kembali bila ada pihak lain yang terlebih dahulu mendaftar.

Selain itu, supaya produk yang kamu jual aman dan tidak melanggar Hak Cipta dan Hak Paten, maka sebaiknya kamu mendaftarkannya. Sebelum kamu memutuskan untuk memilih logo atau merek dagang, periksa terlebih dahulu apakah logo atau merek dagang tersebut sudah dimiliki oleh orang lain atau belum.

2.  Tidak Adanya Perjanjian Pemegang Saham

Bagi para pendiri bisnis, Perjanjian Pemegang Saham sangat dibutuhkan untuk mengatur hak dan kewajiban para pendiri bisnis. Banyak kita temukan beberapa kasus yang mana awalnya para pendiri bisnis hanya bermodal saling percaya saat menginvestasikan uangnya di suatu bisnis. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya bisnis tersebut menjadi masalah akibat tidak adanya kejelasan hak dan kewajiban para pihak sampai akhirnya berujung di pengadilan.

Apa itu Perjanjian Pemegang Saham?

Perjanjian Pemegang Saham adalah perjanjian antar calon pendiri bisnis / calon pemegang saham / para partner bisnis / para pihak untuk mengatur hak dan kewajiban para pembuatnya pada suatu bisnis. Dengan adanya Perjanjian Pemegang Saham maka terdapat kejelasan antar pihak terkait bila terdapat perselisihan.

Dalam Pernjanjian Pemegang Saham diatur beberapa poin penting yang menjadi landasan suatu bisnis, diantaranya adalah:
  • pemilihan jenis badan usaha / badan hukum
  • pemilihan nama bisnis, bidang usaha yang akan dijalankan
  • jumlah modal yang dimasukkan oleh masing-masing pihak
  • kepengurusan, penjualan / pengalihan saham
  • kebijakan deviden
  • kebijaksanaan keuangan
  • rencana di masa depan

Perjanjian Pemagang Saham atau membuat Perjanjian Pemegang Saham sifatnya rahasia dan bisa dibuat bawah tangan (selembar kertas yang ditandatangani oleh para pihak) atau dihadapan Notaris.

3.  Tidak Memiliki Izin Usaha

Izin usaha menjadi faktor penting dalam mendirikan suatu usaha. Dengan mengurus perizinan usaha, maka akan memudahkan kamu untuk menjadikan usahamu sah di mata hukum dan memudahkan menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar.

Ada beberapa persyaratan yang harus kamu penuhi untuk memiliki izin usaha. Yang harus kamu persiapkan adalah:
  • Akta Pendirian Usaha
  • Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU)
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP):  SIUP ada beberapa jenis tergantung dari modal dan kekayaan bersih usaha (di luar lahan dan bangunan), diantaranya: SIUP Mikro (< Rp 50 juta), SIUP Kecil (Rp 50 juta – Rp 500 juta), SIUP Menengah (Rp 500 juta – Rp 10 milyar) dan SIUP Besar (>Rp 10 milyar)
  • Tanda Daftar Perusahaan (TDP): Tiga bulan sejak perusahaan berjalan, kamu wajib melakukan pendaftaran. TDP merupakan bukti bahwa perusahaan kamu sudah terdaftar dan disahkan oleh pejabat berwenang.
Apabila perusahaan kamu masuk ke dalam skala mikro, maka kamu tidak memiliki kewajiban untuk mendaftarkan perusahaan kamu. Nah, perusahaan yang dikategorikan skala mikro diantaranya:
  • usaha perseorangan atau persekutuan
  • kegiatan usaha diurus, dijalankan atau dikelola oleh pemiliknya atau anggota keluarga / kerabata terdekat
  • memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Adakah Sanksi bagi yang Tidak Memiliki Izin Usaha?

Siapa pun tidak ingin berurusan dengan hukum apalagi menyangkut usaha yang sudah dirintis dari awal.

Ketentuan Pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 / 1982
Pasal 32
(1)    Barang siapa yang menurut Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalainnya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2)    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.

Pasal 33
(1)    Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).
(2)    Tindak pidana tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.

Pasal 34
(1)    Barang siapa tidak memenuhi kewajibannya menurut Undang-Undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya untuk menghadap atau menolak untuk menyerahkan atau mengajukan sesuatu persyaratan dan atau keterangan lain untuk keperluan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)    Tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan pelanggaran.

Pasal 35
(1)    Apabila tidak pidana sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 32, 33, 34 Undang-Undang ini dilakukan oleh suatu badan hukum, penuntutan pidana dikenakan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus atau pemegang kuasa dari badan hukum itu.

(2)    Ketentuan ayat (1) pasal ini diperlakukan sama terhadap badan hukum.

4.  Masalah Perpajakan

Yang tidak kalah pentingnya ketika mendirikan usaha adalah membayar pajak. Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita mentaati peraturan pajak yang berlaku. Bila kamu memiliki badan usaha baik itu CV, maupun PT, maka kamu harus mendaftarkan atau membuat NPWP atas nama CV atau PT tersebut. Setelah itu, Wajib Pajak Badan Usaha tersebut berkewajiban untuk membuat laporan secara rutin tentang kegiatan usahanya dan membayar pajak yang diwajibkan. NPWP Perusahaan ini akan memudahkan kamu untuk mengurus legalitas lainnya, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Bagi kamu yang memiliki usaha supermarket atau barang yang dikenakan pajak ke konsumen, maka kamu mengajukan terlebih dahulu surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sedangkan, bagi pengusaha kecil yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil ini juga diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak).

Sebagaimana dikutip dari Direktorat Jenderal Pajak tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau  penyerahan  Jasa  Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.

Pengusaha yang melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-Undang PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pengusaha kecil adalah merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau Pajak PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.

Bagaimana Konsekuensi bila Tidak Membayar Pajak?

Pajak pribadi dan perusahaan harus kamu tunaikan, kenapa? Karena kamu akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) berdasarkan Undang-Undang No.28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Bila tidak melapor lebih dari 2 tahun, maka pajak maksimal hanya berlaku selama 24 bulan saja.

Untuk Pajak Perusahaan, tentunya kamu akan mengalami kesulitan dalam mengurus pengajuan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) serta Tanda Daftar Perusahaan (TDP).


5.  Masalah Hak dan Legalitas Tenaga Kerja

Karyawan merupakan bagian dari nyawa perusahaan. Sebagai pengusaha yang baik, hak dan legalitas karyawan harus diperhatikan. Kenali apa yang menjadi hak dan legalitas karyawan butuhkan. Perjanjian Kerja yang dibuat antara pengusaha dan karyawan haruslah berlandaskan dan sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang terkait.

Hak karyawan diantaranya hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dasar apa pun, hak untuk mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja.

Berikan informasi yang jelas kepada karyawan apa yang menjadi haknya, seperti jumlah gaji per bulan, PPH (Pajak Penghasilan), asuransi kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan sebagainya.

Apabila antara pengusaha atau pebisnis dengan karwayan terjadi perselisihan, maka peraturan hukum telah mengaturnya di dalam UU NO.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Dengan memiliki Surat Perjanjian Karyawan yang jelas, dapat memimalisir adanya kesalahpahaman dengan karyawan kamu.

6.  Masalah Perlindungan Konsumen

Bagi pelaku usaha atau pengusaha, perlindungan konsumen haruslah diperhatikan. Ada banyak kasus yang sering kita temui sehari-hari, mulai dari penipuan transaksi online. Agar tidak terjadi hal yang diinginkan, dibutuhkan langkah antisipasi akan kepercayaan konsumen tetap terjaga. Untuk online platform dimana adanya transaksi belanja online, maka sebaiknya memberikan informasi yang jelas kepada konsumen.

Kontrak Elektronik menurut Pasal 47 ayat (2) PP PSTE (Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik, dianggap sah apabila:
a. terdapat kesepakatan para pihak;
b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat hal tertentu; dan
d. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Kontrak Elektronik itu sendiri setidaknya harus memuat hal-hal sebagi berikut:
a. data identitas para pihak;
b. objek dan spesifikasi;
c. persyaratan Transaksi Elektronik;
d. harga dan biaya;
e. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan
g. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.


Apa Saja Hak Konsumen dan Kewajiban Pebisnis (Pelaku Usaha)?

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan Hak Konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Sesuai dengan Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, Kewajiban Pelaku Usaha (dalam hal ini adalah penjual online) adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang  dan/atau jasa  tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

7.  Masalah Keagenan dan Distributor

Seringkali pelaku usaha atau pebisnis terkecoh dengan istilah keagenan dan distributor. Berikut ini penjelasannya perbedaan antara Keagenan dan Distributor.

Menurut peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/3/2006 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/jasa (“Permendag 11/2006”) disebutkan bahwa Agen adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama principal berdasarkan perjanjian  untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak atas fisik barang dan/jasa yang dimiliki/dikuasai oleh principal yang menunjuknya.

Sedangkan yang dimaksud Distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri berdasarkan perjanjian yang melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai.

Jika kamu teliti, terdapat perbedaan antara Agen dan Distributor yang mana Agen untuk dan atas nama principal, sedangkan Distributor untuk dan atas namanya sendiri.

Bila kamu bertindak sebagai agen dari principal luar negeri, maka harus memperhatikan ketentuan hukum yang harus dipenuhi dalam menjalankan usahamu. Untuk agen prinsipal dari luar negeri diperlukan perjanjian Keagenan dan harus terdaftar di Kementerian Perdagangan melalui Direktur Bina Usaha dan pendaftaran untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran (STP) dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

Sedangkan untuk Distributor membeli sendiri barang-barang dari principal untuk dijual kembali, maka perbuatan Distributor menjadi tanggung jawab Distributor itu sendiri dengan tunduk pada perjanjian komisi.

Itulah 7 masalah hukum yang dihadapi pebisnis. Bagaimana dengan bisnismu?

Written by: Uswatun Hasanah
Vimeloka.com, Updated at: August 14, 2019